HAMPIR setengah abad resmi menjadi bagian dari Indonesia, Provinsi Papua terus menghadapi masalah kesehatan yang berulang. Fasilitas kesehatan serta program pemerintah pusat dan daerah tak mampu membendung arus penyakit dan kematian yang tinggi di Bumi Cenderawasih. Sejak Agustus 2017, Tempo mengunjungi tiga rumah sakit besar di Papua, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura, Abepura, dan Wamena, serta sejumlah pusat kesehatan masyarakat. Tempo juga mewawancarai keluarga pasien dan dokter. Hasilnya, pelayanan kesehatan di sana masih cukup memprihatinkan. Terus Berulang 2005  55 warga Kabupaten Yahukimo tewas akibat busung lapar 2008  156 warga Lembah Kamuu, Kabupaten Dogiyai, mati akibat kolera dan muntaber 2010  40 warga Kampung Maya, Mapa, Sanepa, dan Bilay di Intan Jaya, Papua, meninggal akibat wabah malaria tropika 2013  61 warga Kabupaten Yahukimo meninggal karena wabah yang menimbulkan sakit perut 2015  41 anak balita di Distrik Mbuwa, Nduga, meninggal karena penyakit saluran pernapasan. akhir 2017-2018  72 orang meninggal di Asmat karena wabah campak dan gizi buruk Prevalensi Penyakit Peringkat ke-1 se-Indonesia untuk:  - Malaria: 28,6%  - Diare: 14,7% Peringkat ke-2 se-Indonesia untuk:  - ISPA: 31,1%  - Pneumonia: 8,2%  - Tuberkulosis: 0,6%  - Hepatitis: 2,9% Peringkat ke-3 se-Indonesia untuk:  Kasus infeksi HIV: 16.051 kasus (1987-September 2014) Fasilitas Kesehatan  - Rumah sakit kekurangan ruang inap dan ranjang.  - Unit gawat darurat hanya berisi kasur, tak dilengkapi peralatan kesehatan.  - Kebersihan rumah sakit tak terjaga, tercium bau kotoran manusia.  - Sejumlah puskesmas pembantu kosong. Peralatan dan Obat  - Sejumlah alat penunjang, seperti pompa pernapasan, rusak.  - Pasien rentan terinfeksi karena alat sterilisasi rusak.  - Stok obat minim, bisa berhari-hari baru tiba.  - Stok darah jauh dari cukup. Tenaga Kesehatan  - Satu dokter bisa menangani hingga 50 pasien.  - Dokter dan perawat tak rutin memeriksa pasien.  - Diagnosis dokter kadang serampangan, pasien sakit dianggap mabuk.  - Pemberian obat tak sesuai, pasien kekurangan darah hanya diberi obat penurun panas. Kartu Papua Sehat Menjadi program andalan Gubernur Papua Lukas Enembe, KPS berlaku sejak 2014.  - KPS untuk orang Papua yang tak punya nomor induk kependudukan dan tak terlayani Jaminan Kesehatan Nasional.  - Pasien mendapat fasilitas rawat inap kelas III gratis.  - Pemerintah daerah juga membiayai ongkos transportasi pasien dan pendampingnya.  - Bisa juga digunakan untuk membeli peti mati.  - Diperkirakan menjangkau 1,17 juta penduduk Papua di tahun 2014. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan dan Sejumlah Dokter  - KPS berjalan tanpa rencana dan tak memiliki petunjuk resmi.  - Pendataan peserta KPS lemah, hanya melihat fisik.  - Distribusi tak merata dan tak diawasi.  - Tak ada database peserta yang bisa diuji validitasnya.  - KPS salah sasaran, penduduk dari provinsi lain bisa mendapatkannya.  - KPS digunakan untuk menggelar lokakarya atau kegiatan rumah sakit dan pegawainya.  - Pendamping pasien bisa sampai satu keluarga. Prioritas 1 (sangat rentan kekurangan pangan dan gizi)  - Pegunungan Bintang  - Yahukimo  - Yalimo  - Mamberamo Tengah  - Tolikara  - Puncak Jaya  - Puncak  - Intan Jaya  - Lanny Jaya  - Nduga  - Asmat  - Mamberamo Raya  - Deiyai  - Dogiyai Prioritas 2 (rentan Kekurangan pangan dan gizi, tapi produksi pangan berjalan)  - Keerom  - Boven Digoel  - Mappi  - Jaya Wijaya  - Sarmi  - Waropen  - Paniai  - Nabire  - Mimika  - Kaimana  - Wondama  - Yapen  - Biak Numfor  - Supiori  - Manokwari  - Sorong  - Sorong Selatan  - Teluk Bintuni  - Raja Ampat Rumah Sakit  41 rumah sakit di Papua - Kelas A: 0  - Kelas B: 2  - Kelas C: 10  - Kelas D: 10  - Belum ditetapkan: 19 Puskesmas  - 365 puskesmas  - 847 puskesmas pembantu  - 826 puskesmas keliling  - 3.085 posyandu Dokter dan Tenaga Medis  - Dokter umum: 592  - Dokter gigi: 124  - Dokter spesialis: 124  - Tenaga medis: 802  - Perawat: 4.383  - Bidan: 1.841