Buruh tani memasukkan gabah basah ke dalam karung di Desa Mulya Jaya, Kecamatan Teluk Jambe Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Senin (26/2). Gabah basah yang dibeli tengkulak dengan harga Rp 5.800 per kilogram itu selanjutnya dikirim ke Bekasi, Jawa Barat, untuk dikeringkan menggunakan oven. Petani setempat kesulitan mengeringkan gabah sehingga memilih menjual gabah basah kepada tengkulak.   CIREBON, KOMPAS — Pasokan beras ke pasar dan gudang milik Perum Bulog dinilai belum mencerminkan panen raya. Harga beras memang cenderung turun, tetapi harga masih relatif tinggi, umumnya di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Selain di gudang Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang dipenuhi beras impor asal Vietnam dan Thailand, gudang-gudang beras milik Perum Bulog lain umumnya masih minim stok. Gudang Tegalgirang di Bangodua, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, misalnya, baru terisi 1.900 ton. Padahal, kapasitasnya 12.000 ton. Gudang Sindangkerta II di Karangampel, Indramayu bahkan baru terisi 90 ton meski kapasitasnya 21.000 ton. Kepala Perum Bulog Subdivre Indramayu Asep Bukhori menyatakan, realisasi penyerapan sampai Rabu (28/2) baru 400 ton dari target pengadaan 89.000 ton tahun ini. ”Harga gabah masih Rp 4.800- Rp 5.000 per kg karena panen baru mulai,” ujarnya. Harga di pasar-pasar tradisional juga masih tinggi meski cenderung turun sebulan terakhir. Harga beras medium di Pasar Baru Indramayu, Pasar Celancang, dan PGC Kota Cirebon masih di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium di daerah sentra, yakni Rp 9.450 per kg. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, di sejumlah pasar di Indramayu, Cirebon, dan Kota Cirebon, Jawa Barat, harga beras medium masih tinggi. Sebagian masih dijual di atas Rp 10.000 per kg. Sejumlah pedagang di Indramayu dan Cirebon masih mengandalkan pasokan dari Demak dan Sragen, Jawa Tengah. ”Dengan produksi yang diklaim mencapai 1,7 juta ton (gabah) per tahun, Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi nasional, tetapi pasokan masih mengandalkan luar daerah,” ujarnya. Selain YLKI, ikut serta bersama rombongan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam kunjungan kerja itu, antara lain Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso, serta pejabat di lingkungan Kementerian Perdagangan dan Perum Bulog. Siklus cuaca Menurut Sutarto, hingga akhir Februari, belum tecermin adanya panen raya. Panen raya kemungkinan baru akan terjadi pada pertengahan Maret sampai April. ”Siklus cuaca memengaruhi siklus panen karena debit air di sebagian irigasi bergantung pada hujan,” ujarnya. Panen terjadi di beberapa lokasi di Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon dalam skala kecil dan tersebar. Pengadaan beras oleh Perum Bulog secara nasional sampai Rabu tercatat baru 28.765 ton. Sementara dari pengadaan luar negeri 157.250 ton. Padahal, BUMN pangan itu menargetkan pengadaan 2,7 juta ton beras tahun ini. Menurut Djarot, selain panen yang masih minim, penyerapan belum optimal karena harga gabah/beras di lapangan masih relatif tinggi. Enggartiasto mengatakan, pemerintah melalui Perum Bulog pasti menyerap hasil panen petani. Bulog akan mengoptimalkan pengadaan dalam negeri. ”Jadi tak perlu khawatir gabah tak terserap, apalagi pemerintah telah menaikkan fleksibilitas harga pembelian menjadi 20 persen, Bulog pasti akan beli,” ujarnya. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Rabu, mengatakan, pasokan beras kepada masyarakat perlu ditambah mengingat Ramadhan semakin dekat. Itu perlu dilakukan supaya tidak terjadi gejolak harga. (MKN/NDY)