CIREBON, KOMPASPemerintah daerah perlu turun tangan untuk mendukung usaha kecil menengah agar mendapat manfaat dari pembangunan jalan tol. Peran pemerintah daerah itu antara lain berupa dorongan inovasi. Dalam perjalanan menyusuri wilayah sekitar jalan tol pekan lalu, Kompasmenemukan beberapa usaha kecil menengah (UKM) yang berkembang karena pembangunan jalan tol. Mereka mendapat manfaat karena kunjungan yang melimpah ke tempat-tempat usaha mereka. Bahkan, kini mereka terus berinovasi agar kunjungan bisa terus meningkat. ”Kunjungan tamu ke tempat saya naik hingga 45 persen pada awal pembukaan Tol Cipali, meski sekarang rata-rata 30 persen. Dampak lain yang penting adalah pengiriman barang menjadi sangat cepat. Ini penting karena saya memiliki usaha di kota lain, seperti Lampung, Batam, dan Malang,” kata Ibnu Riyanto pemilik Batik Trusmi. Ia mencontohkan, proses pengiriman barang ke Jakarta yang pada masa lalu membutuhkan waktu dua hari, kini hanya perlu waktu sehari. Beberapa bahan yang perlu diimpor dan turun di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, juga tiba di Cirebon, Jawa Barat, lebih cepat dibandingkan sebelum ada Jalan Tol Cipali. Ia juga menambah berbagai fasilitas, dari semula tempat penjualan batik, kemudian tempat penjualan oleh-oleh, restoran, museum, dan tempat praktik membatik. Bahkan, ia akan memperluas tempat usaha itu dengan menambah fasilitas hiburan berbasis pendidikan. Nur Wahid, pelaku usaha Nasi Jamblang Ibu Nur juga merasakan dampak positif karena adanya jalan tol. Ia meneruskan usaha nasi jamblang yang dirintis ibunya. Menurut Nur Wahid, usahanya meningkat pesat setelah Tol Cipali beroperasi. ”Kalau akhir pekan, kenaikan pengunjung 30 persen. Dulu sebelum ada jalan tol, pukul 21.00 kami tutup dan masih ada sisa (makanan). Kalau sekarang, maksimal pukul 19.00 sudah tutup, padahal sudah ditambah makanannya,” kata Nur Wahid. Saat ini, menurut Nur Wahid, di hari biasa, ia beserta 30 karyawannya masih bisa melayani pengunjung yang datang. Namun, ketika akhir pekan, ia kewalahan melayani pengunjung. Tak jarang, pengunjung yang datang tidak mendapatkan nasi jamblang karena sudah habis. Nur Wahid mengatakan, sebelumnya ia berjualan nasi jamblang di tenda di pinggir jalan. Pada 2012, mereka pindah ke lokasi sekarang, yakni di Jalan Cangkring. Setelah ada Tol Cipali, pengunjung berdatangan, terutama di akhir pekan. Rumah makannya yang berkapasitas hingga 200 orang sering kali tidak cukup menampung pengunjung yang datang. Tempat peristirahatan Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga berkembang di beberapa tempat peristirahatan di jalan tol. Selama ini tempat istirahat dikembangkan untuk UMKM. Bahkan, sekitar 80 persen pelaku usaha yang mengisi tempat istirahat di jalan tol adalah UMKM. Beberapa UMKM yang dulu di luar jalan tol memilih untuk masuk ke area peristirahatan itu. ”Ritel jaringan internasional memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Mereka menjadi daya tarik agar pengguna jalan tol mau mampir di tempat istirahat itu,” kata VP Business Management PT Jasa Marga (Persero) Tbk Adi Prasetyanto. Jasa Marga juga memberikan ruang bagi UMKM yang terkena dampak pembangunan jalan tol. Misalnya, rumah makan yang semula ramai, tetapi karena dibangunnya jalan tol, menjadi sepi karena semua kendaraan kini melewati jalan tol, bukan jalan arteri. ”Ada rumah makan atau toko oleh-oleh yang kami berikan tempat untuk membuka cabang di tempat istirahat,” ujarnya. Masalah perhotelan Kendati banyak pihak yang sukses membangun bisnis, tetapi perhotelan sepertinya masih membutuhkan cara lain. Dengan demikian, tamu bisa tinggal lebih lama di beberapa kota yang mendapat manfaat dari pembangunan jalan tol. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Cirebon Imam Reza Hakiki mengatakan, secara umum, keberadaan Tol Cikopo-Palimanan atau Cipali sejak 2015 memberi dampak positif. Semakin banyak orang dari luar Cirebon yang datang berkunjung ke Cirebon. ”Setelah ada tol, ramainya bergeser ke akhir pekan,” katanya. Menurut Hakiki, Tol Cipali membuat Kota Cirebon dan sekitarnya lebih banyak dikunjungi masyarakat untuk berwisata di akhir pekan. Dari sekitar 40 hotel, kini sekitar 70 hotel ada di daerah itu. Persaingan yang ketat membuat banyak hotel membanting harga sehingga pasar menjadi rusak. Wisatawan juga tidak lama menginap di Cirebon, dengan waktu inap pengunjung hotel hanya satu malam. Melihat kenyataan itu, menurut Hakiki, pengusaha hotel di Cirebon mengusulkan moratorium pembangunan hotel. Di sisi lain, mereka mendorong pemerintah daerah untuk membuat acara berskala nasional untuk menarik wisatawan datang ke Cirebon. (IKI/NAD/ARN/MAR)