ARIS SETIAWAN YODI Corporate Secretary PT Chandra Asri Petrochemical  Suryandi saat memberikan pemaparan kinerja perusahaannya di Jakarta, Kamis (15/3). JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari 50 persen kebutuhan industri dalam negeri terhadap produk petrokimia yang dijadikan bahan baku plastik dan kimia diharapkan dapat diproduksi dari dalam negeri pada 2023. PT Chandra Asri Petrochemical akan membangun kompleks pabrik petrokimia baru untuk mewujudkan itu. ”Permintaan produk petrokimia dalam negeri seperti polyethylene, propylene, dan produk turunan lainnya cukup besar. Saat ini kapasitas perusahaan kami hanya mampu menyuplai 30-35 persen kebutuhan dalam negeri. Sisanya harus impor,” ujar Corporate Secretary PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) Suryandi di Jakarta, Kamis (15/3). Ia menambahkan, jika pabrik baru CAP 2 sudah jadi, pihaknya dapat menyuplai kebutuhan dalam negeri lebih dari 50 persen. Suryandi mengatakan, total kapasitas produksi CAP saat ini mencapai 3,3 juta ton per tahun. Jumlah itu akan meningkat menjadi 6 juta ton per tahun setelah CAP 2 selesai dibangun. Dari 6 juta ton, sebanyak 1 juta ton merupakan produk ethylene. Kompleks CAP 2 menurut rencana akan dibangun bersebelahan dengan lokasi CAP saat ini di Cilegon, Banten. Kompleks pabrik petrokimia baru CAP 2 akan digunakan PT Chandra Asri Perkasa, anak usaha patungan antara PT Candra Asri Petrocemichal Tbk (99 persen) dan PT Styrindo Mono Indonesia (1 persen). Menurut Suryandi, saat ini pembangunan kompleks pabrik baru tersebut tengah dalam masa persiapan, seperti licensing dan pembelian lahan seluas 200 hektar. Pada awal tahun 2020, menurut rencana CAP telah mendapatkan kesepakatan investasi (final decision investment) sehingga  pada 2023 akhir kompleks industri baru tersebut telah selesai dibangun. ”Pada 2017 capex (belanja modal) untuk persiapan pembangunan CAP 2 sebesar 77 juta dollar AS. Pada tahun ini, capex kami untuk pembangunan CAP 2 meningkat menjadi 207 juta dollar AS. Jadi, keseriusan kami dalam membangun CAP 2 terlihat dari pengeluaran kami sejak tahun lalu,” tutur Suryandi. Total belanja modal CAP pada  2018 mencapai 568 juta dollar AS. Belanja tersebut akan didanai dari pendanaan yang telah dilakukan tahun lalu, antara lain hak memesan efek terlebih dahulu atau right issue yang mendapatkan 377 juta dollar AS serta penerbitan obligasi dollar AS senilai 300 juta dan obligasi rupiah secara berseri. ”Jumlah cash kami juga cukup untuk capex tahun ini karena akhir tahun lalu cash yang kami pegang sebesar 800 juta dollar AS. Akan tetapi, untuk tahun depan, apalagi dengan pembangunan CAP 2, pendanaan dalam bentuk lain akan ada, tetapi masih kami pikirkan,” ucap Suryandi.                   ARIS SETIAWAN Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong agar pembangunan CAP 2 selesai pada 2021 dari rencana semula yang akan selesai pada 2026. Pemerintah akan memberikan dukungan dalam pemberian insentif fiskal. Menurut Airlangga, pembangunan pabrik baru tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk perbandingan, kapasitas CAP untuk menghasilkan naptha cracker hanya 900.000 ton per tahun, sementara Singapura 3,8 juta ton dan Thailand 5 juta ton (Kompas,13/2/2017). ”Sejauh ini kami sudah mendaftar ke Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk mendapatkan tax allowance (kelonggaran pajak) karena nilai investasi kami yang cukup besar,” lanjut Suryandi. Ekspansi 2018 Suryandi menyebutkan, selain persiapan pembangunan CAP 2, tahun ini perusahaannya telah melakukan ekspansi pabrik untuk meningkatkan kapasitas produksi beberapa produknya. ”Peningkatan kapasitas produksi butadiene dari 100.000 ton per tahun menjadi 137.000 ton per tahun. Pada kuartal kedua tahun ini rencananya ekspansi tersebut akan selesai,” tutur Suryandi. Selain itu, ekspansi pabrik polyethylene dengan kapasitas 400.000 ton per tahun telah berlangsung dan menurut rencana akan selesai pada 2019. ”Saat ini, kapasitas produksi polyethylene kami 336.000 ton sehingga pada 2019 kapasitas produksinya mencapai 776.000 ton per tahun,” ujarnya. ”Pada 2019, kami juga berencana meningkatkan kapasitas produksi polyprophylene yang jumlahnya saat ini 480.000 ton per tahun menjadi 590.000 ton. Proyek ini akan selesai pada 2020. Total pada 2020 secara agregat kapasitas produksi CAP mencapai 4,2 juta ton,” tutur Suryandi. Menurut dia, ekspansi diperlukan guna merespons peningkatan permintaan produk petrokimia dalam negeri. Pertumbuhan tersebut ditaksir meningkat 5-6 persen setiap tahun. Seperti yang diketahui pada 2017, CAP membukukan peningkatan laba bersih sebesar 6,3 persen. Laba bersih CAP pada 2017 sebesar 319,2 juta dollar AS dari yang tahun sebelumnya sebesar 300,1 juta dollar AS. Adapun laba sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi (EBITDA) CAP meningkat 8 persen dari 509,5 juta dollar AS menjadi 550,3 juta dollar AS. Peningkatan pendapatan CAP pada 2017 terutama ditopang oleh hasil penjualan produk olefins, styrene monomer, dan butadiene.