Jakarta, Kompas – Kelompok  bahan makanan dan transportasi jadi penyumbang utama inflasi Maret 2018 yang mencapai 0,2 persen. Pemerintah perlu waspada  menjelang Ramadhan dan Lebaran. Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (2/4/2018) menyebutkan, inflasi pada Maret 2018 tercatat lebih tinggi dibandingkan Februari 2018 yang  0,17 persen.  Selain kelompok bahan makanan serta kelompok transportasi komunikasi dan jasa keuangan yang masing-masing menyumbang 0,05 persen, inflasi didorong oleh kenaikan harga pada kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang memberi andil 0,4 persen. Beberapa komoditas yang naik harganya pada Maret 2018 antara lain cabai merah, bawang merah, bawang putih, bensin, cabai rawit, daging sapi, ikan yang diawetkan, bayam, kangkung, sawi hijau, dan rokok kretek filter. Sementara komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain beras, ikan segar, serta daging dan telur ayam ras. Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, dari 82 kota yang diteliti, inflasi terjadi di 57 kota di antaranya, sementara  25 kota lainnya mengalami deflasi. “Inflasi menjelang Ramadhan dan Lebaran adalah hal wajar. Namun, pemerintah harus mengantisipasi agar harga tidak bergerak liar,” ujarnya. Suhariyanto menambahkan, kenaikan harga bahan bakar minyak  memberi adil 0,04 persen terhadap inflasi Maret 2018. Porsi kenaikan antara lain disumbang oleh konsumsi  pertalite yang mencapai 43 persen dan pertamax sebesar 23 persen. Target inflasi 2,5-4,5 persen  dinilai bisa dicapai jika harga bahan bakar minyak tidak naik lagi sepanjang tahun ini.   Jamin stabil Pemerintah menjamin harga pangan bakal stabil menjelang Ramadhan dan  Lebaran pada Mei-Juni 2018. Jaminan itu ditempuh dengan menaikkan persediaan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan bahan pangan yang diperkirakan naik  40 persen. Menteri Pertanian Amran Sulaiman seusai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/4/2018) pagi menyatakan, selain mencukupi pasokan beras, daging dan telur ayam, maupun bawang merah dan bawang putih, pemerintah memperpendek rantai pasok melalui operasi-operasi pasar. Stok bahan pangan diklaim akan ditingkatkan 40 persen lebih tinggi dari kebutuhan sehari-hari. Persediaan beras diyakini aman sampai Lebaran sebab saat ini masih periode panen puncak. Sementara beberapa komoditas ditempuh dengan impor, seperti daging kerbau dan bawang putih. “Tidak ada lagi alasan harga ayam naik, harga telur naik, harga bawang merah naik. Sebab semua cukup. Dulu kita impor, sekarang kita bisa ekspor. Jadi tidak ada alasan lagi harga naik,” ujarnya. Stabilisasi harga juga dilakukan dengan menggandeng para pelaku usaha. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menambahkan, harga sejumlah komoditas pangan akan dikendalikan, seperti beras,  gula, daging, dan minyak goreng. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat, selain pasokan pangan dan kenaikan harga bahan bakar, pelemahan nilai tukar rupiah itu mendorong kenaikan komoditas impor, seperti  bawang putih. Selain memastikan stok cukup, pemerintah perlu mengoptimalkan peran Satgas Pangan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk mengantisipasi gejolak harga pangan. Salah satu komoditas yang perlu perhatian adalah beras. Harga beras cenderung menurun seiring meningkatnya pasokan selama periode Maret-Agustus 2018. Namun, fluktuasi harga beras  perlu diwaspadai, antara lain karena kebijakan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir berpendapat, permintaan beras akan tetap tinggi karena keluarga penerima BPNT juga membeli beras di pasar. Beda dengan sebelumnya,  mereka menerima bantuan dalam bentuk beras.(KRN/INA/FER)