KOMPAS/MUKHAMAD KURNIAWAN Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso (ketiga dari kiri) memperlihatkan beras impor ke Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti di gudang Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (27/2/2018) pagi. Pemerintah berharap pelaku usaha membantu pengendalian stok dan harga bahan pokok menjelang Ramadhan dan Lebaran tahun ini. Jakarta, Kompas – Pemerintah meminta pelaku usaha membantu pengendalian stok dan harga barang kebutuhan pokok menjelang Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini. Sejumlah komoditas, seperti beras, daging dan telur ayam, serta daging sapi, diklaim cukup stoknya. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita seusai rapat koordinasi terkait pengendalian stok dan harga bahan kebutuhan pokok di Jakarta, Rabu (28/3/2018), meminta pedagang beras menjual beras dengan harga sesuai ketentuan harga eceran tertinggi (HET), seperti beras medium yang dipatok Rp 9.450 per kilogram (kg) di daerah sentra seperti Pulau Jawa. Permintaan itu diharapkan terealisasi awal April 2018. Enggartiasto  meminta pejabat dan staf Kementerian Perdagangan serta  dinas perdagangan di daerah memonitor ketersediaan dan harga bahan pokok. Dia berharap tidak ada  spekulasi yang merugikan konsumen menjelang Ramadhan dan Lebaran atau Mei-Juni 2018. Soal daging, pemerintah menjamin stok cukup tersedia dan harganya stabil. Harapannya, daging kerbau dan sapi dijual dengan harga Rp 80.000 per kg. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri Pangan Strategis, Juan Permata Adoe menyatakan, stok sapi saat ini mencapai 130.000 ekor, cukup untuk memenuhi kebutuhan. Stok daging ayam juga dianggap cukup Anggota Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia Sudirman menyebutkan, kebutuhan daging ayam rata-rata  260.000 ton per bulan dan meningkat sekitar 20 persen atau mencapai 300.000 ton menjelang Ramadhan dan Lebaran. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Buruh tani penggarap menanam benih padi pada lahan persawahan yang terhampar di kawasan Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/3). Untuk meningkatkan kedaulatan pangan, di tahun 2017 ini, pemerintah menargetkan mampu memproduksi 77 juta ton padi dan mencetak sawah baru seluas 144.163 hektar. Kompas/Totok Wijayanto (TOK) Target realistis Visi pangan masa depan idealnya ditopang peta jalan yang rinci, terukur, serta terjamin keberlanjutannya meski Presiden atau Menteri Pertanian terus berganti. Pemerintah juga perlu realistis dengan kondisi lahan, air, sumber daya manusia, teknologi, dan infrastruktur. Ketua Dewan Jagung Nasional, Tonny Kristianto berpendapat, target swasembada perlu mempertimbangkan keunggulan yang dimiliki Indonesia. Target swasembada beras, jagung, dan kedelai, misalnya, tak realistis jika meniliki sumber daya lahan yang terbatas, tersebar, dan rata-rata kepemilikan yang kecil. “Dengan rata-rata kepemilikan lahan 0,3 hektar, sulit mewujudkan petani yang sejahtera dengan padi atau jagung, daya saingnya tentu kalah dengan Amerika Serikat atau Brazil yang kontur lahannya datar, luas, dan memungkinkan mekanisasi penuh. Dengan lahan yang sempit, petani punya potensi sejahtera dengan tanaman hortikultura,” kata Tonny. Selain berorientasi pada kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani, pemerintah perlu menggandeng pengusaha untuk membantu  petani kecil. Pola itu dianggap  berhasil mendongkrak daging dan telur ayam serta kelapa sawit. Kepala Bagian Perencanaan Wilayah Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, Dewa Ngakan Cakrabawa menyebutkan, visi Lumbung Pangan Dunia 2045 diarahkan pada padi, jagung, kedelai, bawang merah, gula, daging sapi, cabai, dan bawang putih. Swasembada padi telah dicapai tahun 2016 lalu jagung, cabai, dan bawang merah tahun 2017. Selain mengoptimalkan mekanisasi, pemerintah berupaya memperbaiki infrastruktu pertanian, menambah luas tanam dan lahan, serta kelembagaan petani. Petani juga didorong mengasuransikan tanaman dan ternaknya untuk meminimalkan risiko.(MKN/FER)