KOMPAS/ZULKARNAINI Abdullah (60) sedang mengumpulkan garam yang diproduksi menggunakan metode geomembran di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Jumat (23/3). Pengolahan garam menggunakan sistem geomembran dapat meningkatkan hasil produksi dan menekan biaya produksi. KOMPAS/ZULKARNAINI (AIN) 23-03-2018 JAKARTA, KOMPAS–Pemerintah menjamin ketersediaan garam untuk bahan baku industri. Untuk itu, impor garam akan dilakukan sesuai kebutuhan. Adapun harga garam produksi rakyat juga tetap dijaga agar menguntungkan petani. Jaminan ketersediaan garam untuk bahan baku industri menjadi kesimpulan rapat tertutup yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Senin (2/4/2018) pagi. Rapat di Istana Merdeka, Jakarta, itu dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. “Kami laporkan impor garam dilaksanakan sesuai kebutuhan. Walaupun sudah diputuskan angkanya, pelaksanaannya tetap sesuai kebutuhan industri,” kata Darmin seusai rapat. Dalam catatan Kementerian Perindustrian, kebutuhan garam industri tahun 2018 mencapai 3,7 juta ton. Airlangga Hartarto mengatakan, sejauh ini garam yang akan diimpor 2,9 juta ton. Terkait impor garam untuk industri, menurut Darmin, angka tersebut ditetapkan sesuai usulan. Namun, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Sementara, Airlangga mengatakan, Susi Pudjiastuti sepakat bahwa ketersediaan bahan baku harus dijamin. Kementerian Perindustrian, ujar Airlangga, juga sepakat mengenai perlunya pemberdayaan petani. Dengan demikian, tak ada perbedaan sikap di antara pemerintah terkait kebutuhan impor garam untuk bahan baku industri. Di sisi lain, kerja sama petani garam dengan pengusaha makanan minuman juga didorong. Diharapkan, pengusaha makanan-minuman bisa menjadi semacam bapak angkat untuk petani garam sekaligus menyerap garam produksi petani dengan harga layak. Berkualitas Secara terpisah, industri pengguna garam menilai, pembinaan terhadap petani garam harus diarahkan untuk menghasilkan garam berkualitas. Dengan cara itu, garam produksi petani dapat berkompetisi dengan garam impor. Upaya tersebut membutuhkan pemenuhan skala ekonomi luas lahan serta topangan teknologi, termasuk peralatan modern untuk memanen garam. “Harga garam impor bisa lebih murah karena didukung skala keekonomian lahan. Di luar negeri, luas lahan garam bisa 5.000 hektar, 7.000 hektar, 10.000 hektar, bahkan 30.000 hektar seperti di Meksiko. Kalau ingin harga garam dalam negeri bisa bersaing, maka harus mengacu ke arah sana,” kata Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Tony Tanduk di Jakarta, Selasa (3/4/2018). Berbeda dengan lahan di dalam negeri dengan ketebalan satu lapis, tambah Tony, lahan garam di luar negeri berlapis-lapis. Bahkan, ada yang setebal sekitar 50 sentimeter karena tidak dipanen dalam dua-tiga tahun.