JAKARTA, KOMPAS — Implementasi industri 4.0 mesti bisa membuka peluang lebih besar bagi industri tekstil dan produk tekstil. Kegiatan riset dan pengembangan teknologi dalam upaya mewujudkan peluang itu harus dilakukan berbagai pihak, termasuk pemerintah, universitas, dan perusahaan. ”Industri tekstil di Indonesia selama ini masih dominan menggarap kebutuhan terkait sandang,” kata Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ernovian G Ismy ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (6/4/2018). Sementara di luar negeri tekstil juga diaplikasikan untuk kebutuhan lain yang bernilai besar. Kebutuhan itu antara lain geotekstil untuk infrastruktur jalan dan bangunan. Ernovian menyebutkan, kegiatan riset dan pengembangan di China banyak dilakukan negara. Kemudian, perusahaan membeli teknologi yang dihasilkan tersebut. ”Secara alami, pelaku di industri tekstil akan mengikuti perkembangan teknologi. Faktor jaminan pasar ikut menjadi penentu keputusan industri untuk menerapkan teknologi termutakhir,” ujarnya. Sebelumnya, Vice President Director PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex Iwan K Luminto menyambut baik pencanangan industri 4.0 di Indonesia. ”Indonesia memang mempunyai potensi luar biasa. Persepsi bahwa industri tekstil adalah sunset industry harus diubah. Industri tekstil adalah industri menjanjikan, sunrise industry,” kata Iwan pada Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention Center, Kamis (5/4/2018). Menurut Iwan, Indonesia harus memiliki kedaulatan sandang agar tidak bergantung pada impor. Perwujudan kedaulatan sandang dalam jangka panjang akan menambah tenaga kerja. ”Kami perkirakan bisa mencapai 3 juta tenaga kerja. Saat ini industri tekstil dan produk tekstil sudah mempekerjakan sekitar 2 juta orang,”ucapnya. Kedaulatan sandang, lanjut Iwan, juga akan menciptakan pelaku usaha kecil menengah. Ada beberapa strategi untuk mewujudkan kedaulatan pangan tersebut, termasuk di sisi regulasi. ”Bisa dibayangkan, negara dengan industri tekstil yang berkembang seperti China memiliki regulasi impor ekspor yang jelas. Kebijakan itu untuk memproteksi industri dalam negeri dengan mengoptimalkan produksi lokal,” tutur Iwan. Terintegrasi dan efisien Revolusi industri keempat yang diwarnai peran teknologi canggih membuat sistem produksi industri dari hulu sampai hilir dapat terintegrasi dan efisien. Dengan demikian, produk yang dihasilkan lebih murah, lebih bagus, dan tepat waktu. ”Tuntutan sekarang, barang harus murah dan bagus serta penyerahan barang tepat waktu. Yang bisa menjawab itu industri 4.0,” kata Benny Soetrisno, Komisaris PT Apac Inti Corpora, perusahaan tekstil di Jakarta, Jumat. Benny mencontohkan data penjualan yang terintegrasi dengan data produksi dan data pengadaan bahan baku. Dengan sistem itu, penjualan yang meningkat akan diterjemahkan pada data pengadaan bahan baku. PT Apac Inti Corpora, ujar Benny, sudah mulai menerapkan infrastruktur industri 4.0. Dalam persaingan yang semakin ketat, industri tekstil harus mengembangkan sistem dan teknologi permesinan yang lebih modern dan berbasis digital.