Deretan mobil baru yang siap dikapalkan terpakir di Terminal Kendaraan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (22/11/2016). Kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto terus turun. Peningkatan sektor ini perlu terus dilakukan karena pertumbuhan industri berkontribusi penting terhadap pertumbuhan ekonomi. JAKARTA, KOMPAS –  Stabilitas ekonomi makro yang terjaga merupakan prasyarat pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan. Salah satu strategi mempercepat dan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi adalah memacu pertumbuhan industri yang lebih tinggi. Untuk itu, pemerintah berupaya mempercepat pertumbuhan industri dengan memberikan kemudahan berinvestasi, insentif fiskal, dan meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja yang sesuai kebutuhan industri. Hal itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia (BI) yang diselenggarakan BI di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (13/4). Hadir dalam acara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. ”Rapat koordinasi mengidentifikasi empat arah kebijakan utama untuk mempercepat pengembangan industri berorientasi ekspor,” kata Agus. Pertama, pengembangan kawasan industri secara menyeluruh didukung insentif yang memadai dan infrastruktur yang berkualitas. Kedua, penyediaan sumber daya manusia yang mampu mengimbangi aplikasi teknologi dan inovasi di manufaktur. Ketiga, perluasan akses pasar melalui perjanjian perdagangan. Petugas melakukan pengujian berbagai jenis televisi yang diproduksi di PT. LG Electronics Indonesia di kawasan Industri MM 2100, Cibitung, Jawa Barat, Selasa (3/12/2013). Keempat, keterkaitan industri domestik dengan mata rantai nilai global. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada 2017 sebesar 4,84 persen atau lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi. Pada 2016, pertumbunan industri pengolahan nonmigas sebesar 4,43 persen, pada 2015 sebesar 5,05 persen dan pada 2014 5,61 persen. Penurunan kontribusi Kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto pada 2017 sebesar 17,88 persen dan pada 2016 sebesar 18,21. Sementara, pada 2015 kontribusinya 18,20 persen dan pada 2014 17,88 persen. Darmin menjelaskan, pertumbuhan industri yang lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi kurang bagus. Pertumbuhan ekonomi perlu disertai pertumbuhan industri yang lebih tinggi. Untuk itu, menurut Darmin, pemerintah konsisten melakukan tiga kebijakan. Pertama, melakukan reformasi untuk menciptakan kemudahan berinvestasi dan berusaha. Kedua, memperjelas dan memastikan pemberian insentif fiskal. Ketiga, pemerintah juga akan merumuskan pemberian insentif bagi pelaku industri dan investor yang melakukan kegiatan vokasi. Menurut Darmin, pemberian insentif fiskal, berupa pengurangan pajak akan diberikan untuk 17 sektor industri pionir yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. ”Industri diharapkan bisa berkembang sehingga menarik bagi investor baru untuk menanamkan modalnya sehingga pertumbuhan industri bisa lebih cepat,” kata Darmin. Enggartiasto mengatakan, Kementerian Perdagangan memperluas pasar ekspor. Upaya itu antara lain dilakukan dengan mempercepat pembahasan perjanjian perdagangan dengan sejumlah negara, baik secara bilateral maupun forum regional seperti RI-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).