KOMPAS/RADITYA HELABUMI Suasana pameran dalam rangkaian Innovation Summit 2018 dengan tema ”Powering and Digitizing the Economy” yang diadakan Schneider Electric di Jakarta, Rabu (18/4/2018). Indonesia masih menjadi pasar untuk teknologi digitalisasi pada sektor energi.   JAKARTA, KOMPAS — Tantangan terbesar bertransformasi ke arah revolusi industri keempat adalah manajemen sumber daya manusia. Hal yang diurus bukan sekadar meningkatkan kompetensi, melainkan juga menata ulang organisasi dan mengakomodasi suara pekerja. Executive Vice President International Operations Schneider Electric Luc Remont dalam konferensi pers Innovation Summit 2018, Rabu (18/4/2018), di Jakarta, memandang, transformasi digital yang terjadi di Indonesia, khususnya sektor kelistrikan, sudah berada di jalur tepat. Proses transformasi sedang berlangsung dan belum terlihat optimal. ”Kunci keberhasilan bertransformasi terletak pada opinion leader atau pimpinan. Apabila pimpinan berani memutuskan dan mulai lebih cepat, proses transformasi digital akan langsung diikuti bawahannya,” katanya. Dalam forum Innovation Summit 2018, Schneider Electric memperkenalkan EcoStruxure, platform teknologi digital untuk pengelolaan energi. Di dalam platform terdapat fitur internet yang menghubungkan benda (IoT), sistem keamanan siber, dan pusat data. Country President Indonesia Schneider Electric Xavier Denoly mengatakan, digitalisasi pengelolaan energi di perusahaan mampu mendorong efisiensi pemakaian energi dan meningkatkan produktivitas. Dalam forum itu, perusahaannya tidak hanya mendemokan EcoStruxure, tetapi juga memperkenalkan kompetensi tenaga ahli. Schneider Electric memiliki 15.000 insinyur aplikasi dan perangkat lunak. Secara terpisah, CEO CT Corp Dony Oskaria, dalam diskusi How to Explore the Opportunity in Disrupted Economy, Selasa (17/4) malam, di Jakarta, mengatakan, disrupsi digital juga dialami oleh sektor perdagangan ritel. Bisnis ritel korporasi yang dia pimpin pun mau tidak mau harus bertransformasi. Sebagai gambaran, keberadaan Transmart kini dibangun berdekatan dengan taman bertema dan properti hunian. Strategi ini bertujuan memberikan daya tarik berbeda terhadap gerai ritel fisik sehingga warga tetap berkunjung dan membeli. Dia berpendapat, teknologi digital mentransformasikan model bisnis yang sudah lama berkembang. Hal yang dibutuhkan sekarang adalah terus-menerus memiliki strategi bisnis yang berkelanjutan. Tantangannya terletak pada sumber daya manusia. Ini terjadi di hampir semua sektor industri. Dony menceritakan, pihaknya menerapkan pembagian kerja yang jelas antara generasi lebih muda dan pendahulu. Karyawan dari generasi lebih muda diminta mengurus strategi bisnis yang adaptif dengan teknologi digital. ”Untuk menjembatani perbedaan cara pandang, kami selalu mengimbau agar dua generasi itu saling terbuka. Tidak boleh mendikotomikan diri,” katanya. Pada diskusi yang sama, CEO Bukalapak Achmad Zaky berpendapat, upaya menjembatani cara pandang dua generasi sering kali berujung gagal. Cara pandang yang berbeda ini diikuti kultur serta pola bekerja yang tidak sama. Hal ini dia alami sendiri di Bukalapak. ”Bisa membuat stres. Kami bahkan beberapa kali merombak konsep organisasi perusahaan agar lebih tangkas menghadapi perubahan akibat teknologi digital. Tujuan lainnya yaitu mengakomodasi anak muda,” katanya. Achmad memandang, perubahan akibat teknologi digital akan terus terjadi dan ini tidak hanya menyasar sektor industri konvensional. Perusahaan teknologi bidang e-dagang, seperti Bukalapak, juga mengalami. ”Kami harus memikirkan ekspansi bisnis, apakah akan mengambil peluang di solusi teknologi finansial atau terjun ke ritel offline,” ujarnya.