KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (tengah), Gubernur Jatim Soekarwo, dan Kepala Perwakilan BI Jatim Difi Ahmad. SURABAYA, KOMPAS — Stok bahan kebutuhan pokok nasional menjelang Ramadhan dan Lebaran 2018 dinyatakan aman sebab pasokan melimpah, terutama beras. Harga bahan pokok juga relatif terkendali. Namun, yang menjadi pekerjaan rumah adalah memperbaiki manajemen stok pangan untuk mengendalikan pasokan dan dampaknya pada fluktuasi harga. ”Cadangan beras pemerintah secara nasional saat ini 850.000 ton. Angka itu berasal dari beras hasil serapan Bulog setelah realisasi kebijakan kenaikan fleksibilitas sebesar 10 persen dari HPP ditambah realiasi beras impor. Maret lalu cadangan beras pemerintah masih minus 27.000 ton,” ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita seusai rapat koordinasi tim pengendali infasi daerah seluruh Jatim dalam rangka hari besar keagamaan nasional di Hotel Shangri-La Surabaya, Kamis (19/4/2018). Hadir dalam acara itu Gubernur Jatim Soekarwo dan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jatim Difi Ahmad Johansyah. Dia optimistis cadangan beras pemerintah (CBP) akan terus meningkat seiring bertambahnya serapan beras dari panen petani oleh Perum Bulog. Termasuk serapan beras di Jatim sebagai salah satu lumbung beras nasional dengan kontribusi 17 persen dari produksi nasional dan menjadi penyangga beras bagi 16 provinsi lain. Namun, di lapangan masih ada persoalan. Soekarwo mengatakan, produksi beras hasil panen tanaman musim rendeng 2017/2018 pada Maret mencapai 1,7 juta ton dan April sebanyak 802.440 ton. Konsumsi penduduk Jatim 297.243 ton per bulan sehingga surplus 1,4 juta ton pada Maret dan 505.157 ton pada April. Namun, surplus itu masih berupa gabah dan belum bisa diproses menjadi beras karena kendala pengeringan. Kondisi gabah berkadar air 28 persen sehingga butuh pengeringan. Sebab, untuk bisa diproses menjadi beras yang berkualitas baik, kadar air gabah maksimal 14 persen. Petani dan penggilingan padi tak punya mesin pengering dan terbatas aksesnya terhadap lantai jemur. KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA Pekerja sedang menggiling padi menjadi beras di penggilingan padi milik Samidi di Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (11/1). Kondisi itu diperparah Bulog yang hanya mampu menyerap 30.000 ton setara beras hingga Maret dan menjadi 147.000 ton setara beras hingga 13 April lalu. Bulog tak berani serap gabah dengan kadar air tinggi karena kesulitan mengolah. Delapan mesin pengering gabah milik Bulog Divre Jatim rusak dan tiga unit lainnya tak berfungsi maksimal. ”Hanya satu pengering gabah Bulog Jatim yang mampu berfungsi secara optimal dengan kapasitas 10 ton gabah dan lama operasional delapan jam. Padahal, Jatim butuh 3.000 mesin pengering untuk memproduksi beras hasil panen petani,” ujar Soekarwo. Selain beras, komoditas lain, seperti bawang merah dan telur ayam, juga memerlukan perbaikan manajemen stok untuk mengelola barang pada saat pasokan berlimpah atau terjadi surplus. Jatim merupakan produsen bawang merah yang dihasilkan petani Nganjuk dan Probolinggo. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Sejumlah buruh harian mengupas dan membersihkan bawang merah yang baru tiba dari Brebes, Jawa Tengah, di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (1/12/2015). Sampai April produksi bawang merah 21.362 ton, sedangkan konsumsi hanya 8.990 ton sehingga surplus 12.373 ton. Namun, komoditas ini bersifat musiman. Saat tidak musim panen atau hasil panen jatuh, produksi minim sehingga terjadi defisit. Masalahnya, belum ada manajemen stok yang mengelola surplus pasokan bawang merah agar bisa digunakan untuk mengatasi saat terjadi defisit sehingga tidak perlu impor. Jatim juga produsen telur ayam terbesar di Indonesia yang memasok 30 persen kebutuhan nasional. Namun, saat produksi tinggi, harga telur jatuh di bawah nilai keekonomian Rp 16.000 per kilogram. Sebaliknya, saat produksi telur turun karena produktivitas ayam petelur terganggu, harga naik tinggi. KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI Mendag Enggartiasto Lukita mengecek harga dan stok bahan pokok di ritel modern di Surabaya. Bulog sebagai cadangan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, untuk menjamin keamanan stok menjelang Ramadhan, pihaknya meminta seluruh pedagang beras di pasar tradisional menjual dan menyediakan beras medium sesuai harga eceran tertinggi (HET). Bulog juga diminta bersiaga dan hanya melakukan intervensi pasar saat pasokan berkurang atau fluktuasi harga tinggi. Pantauan di sejumlah provinsi, harga beras, gula, dan minyak goreng kemasan sederhana masih sesuai HET. Kementerian Perdagangan mewajibkan produsen memastikan minyak goreng terdistribusi di daerah sebelum pertengahan Mei dengan harga Rp 11.000 per liter kemasan sederhana atau curah. KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Proses produksi minyak goreng di pabrik pengolah minyak sawit milik PT Smart di kawasan industri Marunda Center, Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Pabrik ini mengolah minyak sawit menjadi beragam produk turunan, seperti minyak goreng, margarin, dan mentega, dengan kapasitas produksi 1.800 ton minyak sawit per hari. Produk yang dihasilkan selain dipasarkan di dalam negeri juga untuk ekspor ke sejumlah negara di Timur Tengah dan Eropa. ”Saya tidak khawatir (terkait stok minyak goreng) karena sudah ada ketentuan dan komitmen bersama, yakni 20 persen dari total produksi minyak goreng harus dalam kemasan sederhana atau curah. Khusus kemasan isi 500 liter dijual Rp 6.000 per kemasan karena kemasannya berbeda dan mahal,” ujar Enggar. Kemendag juga meminta produsen daging sapi di Jatim sediakan produk dalam bentuk daging beku dengan harga Rp 80.000 per kilogram. Namun, apabila tidak ada barang, bisa disediakan setara dengan karkas dan paha depan yang dijual Rp 80.000 per kg. Apabila produsen tidak sanggup memenuhi permintaan itu, Kemendag meminta Bulog menyuplainya.