Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi salah satu agenda penting dan strategis untuk diselesaikan di Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 (antaranews.com, 10/1/2023). Pemerintah mengklaim Perppu Cipta Kerja menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (dpr.go.id, 2/1/2023). Namun, perlu untuk dipahami bahwa dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja merupakan kegagalan pemerintah dalam memahami subtansi dalam putusan MK a quo.
Pada bagian amar putusan, Majelis Hakim Konstitusi menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Namun, karena yang bermasalah adalah proses pembahasan hingga pengesahannya, maka MK memberikan waktu selama dua tahun kepada DPR RI bersama dengan Presiden selaku pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja. Artinya, paling lambat perubahan UU Cipta Kerja disahkan pada tanggal 25 November 2023, ketika perubahan tersebut tidak dilakukan, maka undang-undang a quo dinyatakan inkonstitusional sepenuhnya.
Permasalahan muncul ketika Perppu Cipta Kerja dijadikan sebagai produk hukum untuk menjawab Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Padahal, MK tidak hanya mempermasalahkan tentang ketiadaan pengaturan tentang omnibus legislative technique dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, Mahkaman juga memerintahkan proses perbaikan UU Cipta Kerja harus melibatkan partipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation). Dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja membuat ruang partisipasi tersebut tertutup sepenuhnya.
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam sistem norma hukum di Indonesia. Istilah peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang sepenuhnya merupakan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.” Sebagai pengganti undang-undang mengandung arti, bahwa perppu mempunyai tingkat dan kedudukan yang sama dengan undang-undang karena itu materi muatan isi perppu harus sama dengan materi muatan undang-undang (Kansil, 2007). Namun, proses pembentukannya memotong jalur legislasi normal yang seharusnya melalui DPR RI terlebih dahulu.
Tertutupnya ruang partisipasi publik dalam mengoreksi UU Cipta Kerja yang dinyatakan bermasalah oleh MK menjadi permasalahan serius dalam proses legislasi di Indonesia. Oleh karena itu, terdapat dua hal yang harus dilakukan oleh Presiden dan DPR RI untuk dapat mengatasi kelindan masalah akibat diterbitkannya Perppu Cipta Kerja.
Ketika hendak membentuk sebuah perppu, seyogyanya presiden harus memperhatikan dan menganalisa dengan baik terkait dengan unsur hal ikhwal kegentingan yang memaksa sebagai dasar dikeluarkannya perppu secara objektif. Kemudian, DPR RI yang memiliki kewenangan menolak atau menerima perppu dapat melakukan kajian yang mendalam kepada Perppu Cipta sehingga hasilnya dapat diharapkan untuk membawa keadilan dan kemanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk membuka ruang partisipasi publik yang lebih bermakna.
Hemi Lavour Febrinandez
Peneliti Bidang Hukum
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
Lain-lain 
https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/42628/t/Kurniasih+Nilai+Perppu+Cipta+Kerja+Inkonsisten+Dengan+Putusan+MKHak Cipta ©
Bidang Sistem Informasi dan Infrastruktur Teknologi Informasi - Pusat Teknologi Informasi - Sekretariat Jenderal DPR RI | Design by W3layouts