RUU TENTANG KEFARMASIAN

Ringkasan

RUU Kefarmasian merupakan rancangan regulasi yang dibuat sebagai payung hukum terkait hal-hal yang berhubungan dengan kefarmasian yang diajukan dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

RUU Kefarmasian sudah mangkrak selama lima tahun dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI, dan hingga menjelang para wakil-wakil habis masa jabatannya pada Oktober 2019, belum ada progres yang berarti.

Berdasarkan daftar Prolegnas DPR RI 2015-2019, pembahasan untuk RUU kefarmasian berada pada urutan 120. Sedangkan urgensi dari adanya Rancangan Undang-undang kefarmasian ini sangatlah penting, hal ini dilatar belakangi perlunya perlindungan terhadap profesi kefarmasian

Beberapa alasan lain yang juga mendasari perlunya disegerakan RUU kefarmasian ini yaitu Pertama, regulasi yang mengatur praktik kefarmasian yakni Peraturan Pemerintah nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dinilai tidak saja harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sosial saat ini, melainkan asas hukumnya masih menginduk pada Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, sementara undang-undang dimaksud sudah tidak berlaku dengan terbitnya Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Kedua, implementasi ketentuan tentang praktik kefarmasian belum menjangkau persoalan-persoalan yang terjadi dimasyarakat, seperti permasalahan terkait Apoteker yang tidak berada diapotek, kasus penjualan antibiotik secara bebas oleh Apoteker, kasus obat dan resep palsu yang marak terjadi.

Berikut hal-hal yang melatarbelakangi pengajuan RUU  ini: 

1. Apoteker sebagai tenaga profesi kesehatan mempunyai peran strategis dalam pelayanan kesehatan yaitu menjamin ketersediaan obat yang bermutu, menjamin efektivitas pengelolaannya, serta menjamin keamanan dan kemanjuran obat melalui pelayanan kefarmasian yang berfokus kepada pasien.

2. Jumlah Apoteker di Indonesia saat ini mencapai sekitar 45.000 dengan tingkat pertumbuhan 10% per tahun.

3. Sampai saat ini praktisi kefarmasian di Indonesia belum berjalan optimal. Peran Apoteker pada umumnya baru sebatas mengelola obat, akibatnya keberadaan dan kemanfaatan profesi Apoteker belum dirasakan oleh masyarakat.

4. Perlu ada konsep, strategi dan mekanisme yang mengatur peran pemerintah, organisasi profesi, masyarakat dan stakeholder lainnya dalam pengembangan pendidikan Apoteker belum dirumuskan secara jelas dan restruktur, khususnya dalam penyediaan fasilitas praktisi kerja profesi belum ada acuan yang sama bagi penyelenggara pendidikan Apoteker di Indonesia.

5. Masih rendahnya tingkat kesadaran tenaga kefarmasian akan peran, tugas, dan kewenangannya seperti yang terlihat dari rendahnya tingkat kehadiran Apoteker di apotek dan banyaknya tugas dan kewenangan Apoteker yang didelegasikan kepada tenaga teknis kefarmasian.

6. Masih rendahnya pengakuan peran Apoteker dalam Sistem Kesehatan Nasional yang berakibat pada tidak terlibatnya peran Apoteker dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan secara nasional.

Belum ada payung hukum yang mengatur tentang praktik kefarmasian.

Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memasukan RUU Praktik Kefarmasian sejak 2015. RUU Praktik Kefarmasian telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 – 2019. Namun, RUU tersebut belum menjadi prioritas dan berada pada posisi 120 yang dibahas pada 2019 ini.

Sehingga dengan adanya undang-undang terkait profesi kefarmasian akan menjadi payung hukum yang jelas dan kuat mengenai posisi keprofesian Apoteker dimasyarakat maupun terkait sanksi-sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan dan harapannya bukan hanya sekedar pemberi payung hukum, tetapi juga untuk memberi arahan, tata cara, serta pengelolaan yang menjadi dasar bidang farmasi dengan tegas serta mendorong bagi Apoteker untuk melakukan tugasnya dengan bertanggung jawab.

Sehingga dari latar belakang tersebut, penyegeraan RUU kefarmasian ini dirasa tidak perlu untuk ditunda lagi !

Dengan ini kami mendesak DPR-RI agar segera membahas dan menetapkan RUU Kefarmasian di tahun 2019 ini ! Percepat pembentukan Undang-Undang Kefarmasian !

Ayo kita dukung dan ikuti gerakan RUU kefarmasian  ini dengan memberikan tanda tangan demi profesi yang lebih baik, dan jangan lupa untuk menyebarluaskan berita ini agar lebih banyak lagi yang berpartisipasi dalam gerakan ini.

Artikel Opini. Pandemi Covid-19. Korona dan industri farmasi


Farmasis Butuh Payung Hukum, Segerakan RUU Kefarmasian !

IAI MENOLAK RUU KESEHATAN OMNIBUSLAW YANG IZINKAN PENJUALAN OBAT DI LUAR FASILITAS KEFARMASIAN

IAI MENOLAK RUU KESEHATAN OMNIBUSLAW YANG IZINKAN PENJUALAN OBAT DI LUAR FASILITAS KEFARMASIAN


Pembinaan, Pengembangan dan Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga


Rentan Kriminalisasi, Komisi IX Akan Perjuangkan Payung Hukum Bagi Apoteker



A country-level national needs assessment of the Indonesian pharmacy workforce

Cultural Sensitivity and Global Pharmacy Engagement in Asia: India, Indonesia, Malaysia, Philippines, and Vietnam

Budaya hukum Indonesia menghadapi globalisasi: Perlindungan rahasia dagang di bidang farmasi

Pharmaceutical reform: a guide to improving performance and equity

Hak Cipta ©
Bidang Sistem Informasi dan Infrastruktur Teknologi Informasi - Pusat Teknologi Informasi - Sekretariat Jenderal DPR RI | Design by W3layouts