Tiap daerah di Indonesia memiliki hukum adat yang berbeda. Konstitusi mengamanatkan negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang (UU). Sejumlah UU juga mengakui keberadaan masyarakat hutan adat seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. (www.hukumonline.com). Rancangan Undang-Undang (RUU) yang terkait Masyarakat Hukum Adat pernah ada RUU-nya pada tahun 2014 yaitu RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat yang dapat dibuka pada link ini: http://peraturan.go.id/rancangan/index.html?PerancanganPeraturanSearch%5Bjenis_peraturan_id%5D=11e449f35c25e4d0b18e313231373039&PerancanganPeraturanSearch%5Bid%5D=&PerancanganPeraturanSearch%5Bproleg_id%5D=&PerancanganPeraturanSearch%5Btahun%5D=&PerancanganPeraturanSearch%5Btentang%5D=masyarakat+hukum+adat Namun sepertinya RUU ini tidak lanjut sehingga tidak disahkan menjadi UU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat. Namun pada tanggal 17 Desember 2019 diusulkan kembali untuk dibahas dengan beragam alasan. Pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Arman, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM PB Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah: 1. Kendati konstitusi dan sejumlah UU telah menjamin hak masyarakat hukum adat, tapi praktiknya ketentuan itu belum dipenuhi. Masih banyak masyarakat hukum adat yang kehilangan wilayahnya karena masuk dalam wilayah konsesi seperti perkebunan dan pertambangan. Hak-hak masyarakat hukum adat masih terancam dan belum mendapat perlindungan yang memadai. 2. Berbagai UU yang menyinggung soal masyarakat hukum adat memuat bermacam syarat yang harus dipenuhi agar suatu masyarakat hukum adat bisa diakui keberadaannya. Misalnya, UU Kehutanan mengatur pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Selama ini belum ada satu payung hukum yang komprehensif untuk menjamin agar hak-hak masyarakat hukum adat terpenuhi oleh karenanya dibutuhkan satu UU khusus yang mengurusi persoalan masyarakat hukum adat yaitu melalui RUU Masyarakat Hukum Adat. Arman pun menjelaskan RUU Masyarakat Hukum Adat sempat dibahas DPR pada masa periode kedua pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Walau penggodokan RUU sudah dilakukan sampai tingkat panitia khusus (pansus) tapi sampai akhir pemerintahan SBY pembahasan itu tak kunjung tuntas. Pada masa pemerintahan Jokowi-JK, DPR telah menuntaskan draft RUU Masyarakat Hukum Adat. Pendapat Direktur Program dan Komunikasi Perempuan PB Aman, Muntaza, mengatakan RUU ini penting bukan hanya memperbaiki hubungan antara negara dengan Masyarakat Hukum Adat tapi melindungi perempuan adat. Menurut Muntaza belum ada peraturan yang secara khusus melindungi hak kolektif perempuan adat. Misalnya, ada perempuan di sebuah kelompok masyarakat adat mengelola danau di wilayah adatnya secara kolektif. Kemudian perempuan adat di daerah NTT memanfaatkan lumpur secara kolektif sebagai bahan pewarna kain tenun. Ditambahkan lagi, peraturan yang ada, bahkan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Perempuan (Cedaw) tidak mampu menjangkau hak kolektif ini. RUU ini harus melindungi hak kolektif perempuan adat,” papar Muntaza. Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI, Siti Rakhma Mary Herwati, mengatakan regulasi yang mengatur tentang masyarakat hukum adat sifatnya masih sektoral dan tidak terintegrasi. Misalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan kawasan hutan tapi di wilayah yang sama Kementerian ESDM menebitkan izin pertambangan, padahal dalam daerah itu terdapat masyarakat hukum adat. “Inilah pentingnya RUU Masyarakat Hukum Adat, harus ada satu kementerian yang bertanggungjawab terhadap pemenuhan hak Masyarakat Hukum Adat,” katanya. Direktur Eksekutif Huma, Dahniar Andriani, mengingatkan Tap MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam menyebut pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam yang adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat serta menyelesaikan konflik. Regulasi ini juga mengamanatkan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip antara lain mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam. Menurut Dahniar ini pekerjaan rumah pemerintah dan DPR untuk segera membahas serta menerbitkan RUU Masyarakat Hukum Adat.”Tap MPR ini tegas menyebut perlindungan dan pengakuan hak masyarakat hukum adat, semangat ini yang harus muncul dalam RUU,” tukasnya. (Sumber: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c6117be052e1/ini-alasan-pentingnya-ruu-masyarakat-hukum-adat?page=2 )
E-Paper Perpustakaan 
https://epaper.dpr.go.id/index/detail/id/12010 Dokumen tersedia di PerpustakaanE-Paper Perpustakaan 
https://epaper.dpr.go.id/index/advform-data/keywords/a2VzYXR1YW4gbWFzeWFyYWthdCBodWt1bSBhZGF0 Dokumen tersedia di PerpustakaanE-Paper Perpustakaan 
https://epaper.dpr.go.id/index/detail/id/12017 Dokumen tersedia di PerpustakaanE-Paper Perpustakaan 
https://epaper.dpr.go.id/index/detail/id/12011 Dokumen tersedia di PerpustakaanLain-lain 
https://media.neliti.com/media/publications/265432-kontestasi-terminologi-dan-pengakuan-mas-265abb96.pdfKatalog Perpustakaan 
http://opac.dpr.go.id/catalog/index.php?p=show_detail&id=26016&keywords=masyarakat+hukum+adat Dokumen tersedia di PerpustakaanBadan Keahlian 
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/buku_tim/buku-tim-public-58.pdf Dokumen tersedia di PerpustakaanKatalog Perpustakaan 
http://opac.dpr.go.id/catalog/index.php?p=show_detail&id=31330&keywords=masyarakat+hukum+adat Dokumen tersedia di PerpustakaanLegislasi 
http://berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20181010-070545-3386.pdf Dokumen tersedia di PerpustakaanLegislasi 
http://berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20181016-022116-9201.pdf Dokumen tersedia di PerpustakaanLain-lain 
https://makassar.terkini.id/eksistensi-hak-atas-tanah-masyarakat-hukum-adat-dalam-naungan-konstitusi/Lain-lain 
https://makassar.terkini.id/eksistensi-hak-atas-tanah-masyarakat-hukum-adat-dalam-naungan-konstitusi/Lain-lain 
https://www.mongabay.co.id/2018/02/13/opini-menagih-utang-konstitusi-soal-pengakuan-dan-perlindungan-hak-masyarakat-adat/Lain-lain 
https://koran.tempo.co/read/opini/445986/pepesan-kosong-ruu-pertanahan-untuk-masyarakat-adat?Lain-lain 
http://doa-bagirajatega.blogspot.com/2018/09/artikel-opini-negara-dan-masyarakat.htmlHak Cipta ©
Bidang Sistem Informasi dan Infrastruktur Teknologi Informasi - Pusat Teknologi Informasi - Sekretariat Jenderal DPR RI | Design by W3layouts