RUU OMNIBUS LAW (CIPTA LAPANGAN KERJA)

Ringkasan

LAPORAN WORLD BANK

World Bank: Omnibus Law Cipta Kerja Berpotensi Merugikan Ekonomi

Muhamad Wildan, Minggu, 2 Agustus 2020, 06.01 WIB

 

JAKARTA, DDTCNews - World Bank menilai terdapat beberapa klausul dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berpotensi merugikan ekonomi Indonesia, berbanding terbalik dengan tujuan rancangan beleid tersebut yang hendak meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi.

Hal ini disampaikan oleh World Bank dalam laporan perekonomian Indonesia yang dirilis Juli ini dengan judul Indonesia Economic Prospects: The Long Road to Recovery. Tiga poin yang disorot oleh World Bank adalah klausul mengenai ketenagakerjaan, perizinan, dan lingkungan.

"Revisi terhadap UU Ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi mengurangi perlindungan yang diberikan terhadap pekerja," tulis World Bank dalam laporannya, dikutip Rabu (29/7/2020).

 

Baca Juga: Wamenkeu: Skema PPh Final Kontruksi dan Real Estate Bakal Dievaluasi

Menurut World Bank, skema upah minimum terbaru serta pembayaran pesangon yang lebih longgar dibandingkan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja serta meningkatkan ketimpangan penerimaan.

Pada Pasal 88D, penentuan upah minimum yang akan ditetapkan hanya memperhitungkan pertumbuhan ekonomi provinsi. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang saat ini berlaku dimana upah minimum ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi nasional.

Lebih lanjut, Pasal 88E juga mengatur industri padat karya bakal memiliki ketentuan upah minimum tersendiri menggunakan formula tertentu yang tidak diperinci pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

 

Baca Juga: World Bank: Belum Ada Bukti Investasi di Indonesia Terhambat Tarif PPh

Terakhir, ketentuan upah minimum tidak diberlakukan atas usaha mikro dan kecil. Pada Pasal 90B tertulis upah usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasar kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Yang jelas, kesepakatan upah harus berada di atas garis kemiskinan Badan Pusat Statistik.

Dalam aspek perizinan, World Bank menyorot klausul RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang menghapuskan syarat dalam pemberian izin-izin dari kegiatan berisiko tinggi. Kegiatan seperti usaha farmasi, rumah sakit, pendirian bangunan tidak lagi dikategorikan sebagai kegiatan berisiko tinggi.

Dalam aspek lingkungan, direlaksasinya syarat-syarat perlindungan lingkungan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi mengganggu kehidupan masyarakat dan akan berdampak negatif terhadap investasi.

 

Baca Juga: Perpanjangan Masa Insentif Pajak dan Usulan World Bank Terpopuler

Secara umum, World Bank menilai kegiatan usaha yang selama ini terhambat oleh perizinan dan syarat-syarat terkait lingkungan sesungguhnya tidak dihambat oleh regulasi, melainkan oleh korupsi dan rumitnya proses administrasi perizinan dan pemenuhan syarat-syarat terkait lingkungan.

Sisi positifnya, World Bank menilai RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi meningkatkan keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global atau global value chain.

Perizinan ekspor impor yang menggunakan pendekatan berbasis risiko bakal mengurangi biaya dan ketidakpastian dalam menyelenggarakan perdagangan internasional.

"Kewenangan perizinan ekspor impor yang digeser dari kementerian teknis kepada pemerintah pusat secara langsung berpotensi mengurangi praktik korupsi yang tersebar di berbagai kementerian," tulis World Bank. (Bsi)

 

Topik : world bank, Omnibus Law Cipta Kerja, RUU Omnibus Law

Baik Buruk Omnibus Law

Finalisasi Omnibus Law: Isu Tenaga Kerja Belum Tuntas

Ketenagakerjaan, ”Omnibus Law”, Libatkan Semua Pihak agar Beri Kepastian

Omnibus Law & Efektivitas Penyaluran Kredit UMKM

Omnibus Law 4.0 Vs Amdal

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Jalan Panjang Beleid Sapu Jagat

Omnibus Law Solusi Tingkatkan Ekonomi Usai Pandemi Covid-19

Omnibus Law, Pajak Spektrum Pajak E-dagang dalam ”Omnibus Law”

Omnibus Law, RUU Cipta Kerja Minim Mengantur Sektor Logistik

Perpajakan, “Omnibus Law” dan Asas Teritorial Perpajakan

RUU Cipta Kerja

RUU Cipta Kerja Sektor Pelayaran, Omnibus Law Tak Sentuh Administrasi Pelabuhan

Tanpa Mengubah Prinsip Lingkungan, Omnibus Law LHK Menyederhanakan Prosedur

Tolak Omnibus Law, Buruh Ancam Mogok

Tunda Pembahasan ”Omnibus Law” di Masa Darurat Covid-19

”Omnibus Law” Berperspektif Antikorupsi

Arsitektur Penerapan Omnibus Law melalui Transplantasi Hukum Nasional Pembentukan Undang-Undang

Konseptualisasi Omnibus Law dalam Menyelesaikan Permasalahn Regulasi Pertanahan


Penerapan Omnibus Law dalam Upaya Reformasi Regulasi

Penyusunan Undang-Undang di Bidang Investasi: Kajian Pembentukan Omnibus Law di Indonesia


Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia

Dilematika hukum ketenagakerjaan tinjauan politik hukum

Himpunan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2015 Jilid I

Himpunan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2015 Jilid II

Himpunan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2015 Jilid III

Hukum kerja : hukum ketenagakerjaan bidang hubungan kerja


Hukum Outsourcing: Konsep Alih Daya Bentuk Perlindungan dan Kepastian Hukum

Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Perspektif Kesejahteraan

Kepastian Hukum Hak Pekerja Outsourcing: Ditinjau dari Konsep Hubungan Kerja Antara Pekerja dengan Pemberi Kerja

Pemantauan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia


Proses Pembahasan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Ketenagakerjaan


Proses Pembahasan RUU tentang Ketenagakerjaan


RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

JDIH  

Unduh

http://www.dpr.go.id/jdih/index/id/196 Dokumen tersedia di Perpustakaan

Hak Cipta ©
Bidang Sistem Informasi dan Infrastruktur Teknologi Informasi - Pusat Teknologi Informasi - Sekretariat Jenderal DPR RI | Design by W3layouts