Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, DPR tak dapat menolak usulan RUU Pelaksanaan Hak dan Kewajiban DPR dari anggota ataupun dari fraksi. Munculnya RUU itu dinilai bukan dadakan meski disoroti oleh publik.
Dewan Perwakilan Rakyat menggelar sidang paripurna di Kompleks Parlmen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/5/2021). Rapat paripurna ini merupakan pembukaan masa persidangan V Tahun Sidang 2020-2021.
JAKARTA, KOMPAS — Munculnya Rancangan Undang-Undang tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban DPR yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2022 dinilai bukan dadakan atau diselundupkan, tetapi sebelumnya sudah menjadi usulan sejumlah fraksi di DPR.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, Baleg DPR tidak dapat menolak usulan RUU tersebut dari anggota ataupun dari fraksi. ”Justru karena itu (RUU Pelaksanaan Hak dan Kewajiban) usulan dan dianggap sesuatu hal yang urgen, maka Baleg tidak bisa menolak,” kata Supratman, Selasa (7/12/2021), di Jakarta.
Menurut Supratman, substansi RUU itu akan menegaskan kembali soal hak dan kewajiban DPR. Apa yang sudah ada di dalam UU Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (MD3) akan ditegaskan serta didetailkan kembali dalam bentuk UU. Dengan demikian, ada keseimbangan antara hak dan kewajiban DPR dalam melaksanakan tugas-tugas di parlemen.
”RUU itu diajukan karena ingin memberikan kepastian hak dan kewajiban anggota parlemen dalam melakukan tugasnya,” katanya.
Namun, RUU itu masih akan dilihat dan dikaji materinya. ”Jadi, kewajibannya juga harus dirinci ke depannya sehingga bisa ada keseimbangan antara hak dan kewajiban,” ucap Supratman.
RUU itu diajukan karena ingin memberikan kepastian hak dan kewajiban anggota parlemen dalam melakukan tugasnya.
RUU itu sebelumnya dipertanyakan urgensinya karena hak dan kewajiban DPR telah banyak diatur dalam UU MD3. Selain itu, soal hak dan kewajiban DPR juga sudah diterapkan dalam Peraturan Tata Tertib DPR dan berbagai peraturan internal lainnya di DPR.
RUU tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban DPR sebelumnya masuk sebagai 40 RUU yang terdaftar dalam Prolegnas Prioritas 2022 bersama revisi UU Cipta Kerja dan perubahan kedua terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (20/10/2020). Dalam aksi itu, para peserta unjuk rasa menyatakan mosi tidak percaya kepada sejumlah pihak, termasuk pemerintah dan DPR.
Tak ada urgensi
Pelaksanaan hak dan kewajiban itu, kan, sudah diatur di dalam tatib, kode etik, dan UU MD3. Memasukkan peraturan tentang hak dan kewajiban DPR ke dalam UU itu kurang tepat. Sebaiknya itu cukup melalui peraturan internal saja, yakni peraturan DPR.
Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC), Muhammad Ichsan, mengatakan, sebenarnya tidak ada urgensi dalam penyusunan RUU tersebut. Seharusnya pelaksanaan hak dan kewajiban DPR cukup diatur dalam peraturan internal DPR dan tidak perlu dituangkan ke dalam UU.
”Pelaksanaan hak dan kewajiban itu, kan, sudah diatur di dalam tatib, kode etik, dan UU MD3. Memasukkan peraturan tentang hak dan kewajiban DPR ke dalam UU itu kurang tepat. Sebaiknya itu cukup melalui peraturan internal saja, yakni peraturan DPR,” katanya.
Kesannya, menurut Ichsan, RUU ini dipaksakan untuk masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2022. Padahal, dalam situasi saat ini, publik memerlukan UU yang lebih mengatasi persoalan masyarakat dan peraturan mengenai internal DPR dinilai bukan sesuatu yang mendesak dilakukan.
TANGKAPAN LAYAR
Tangkapan layar dari akun Youtube Sekretariat Presiden saat Ketua DPR RI Puan Maharani membacakan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada peringatan Hari Lahir Pancasila, Selasa (1/6/2021).
Peneliti Formappi, Lucius Karus, menambahkan, masuknya RUU Pelaksanaan Hak dan Kewajiban DPR ini menunjukkan kebingungan DPR menentukan prioritas legislasi. Apalagi dengan kurang baiknya kinerja legislasi DPR dua tahun terakhir.
”Apa yang diatur dalam tatib dan UU MD3 saja belum diinternalisasi oleh DPR dan dieksekusi dengan baik, sekarang ada RUU ini. Sulit dibayangkan apa isi RUU itu karena semua sudah diatur dalam UU MD3 dan tatib DPR,” ujarnya.
Dengan mengusulkan RUU itu ke dalam Prolegnas Prioritas 2022, Lucius menilai DPR tidak mengevaluasi pengalaman kinerja legislasi yang buruk. Sebab, mereka malah memasukkan RUU yang tidak mendesak dan tidak dibutuhkan oleh masyarakat. ”Kalau seperti ini, DPR menambah rumit jumlah UU yang ada dan obyek pengaturannya, di samping juga RUU yang tak perlu,” ucapnya.
Masih dikaji
Terkait skema revisi UU Cipta Kerja dan perubahan kedua UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Supratman menyatakan masih menunggu kajian dan komunikasi dengan pemerintah. Ada kemungkinan keduanya direvisi secara simultan atau perubahan dengan menyusun ulang UU Cipta Kerja dari awal.
Lain-lain 
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/08/15260361/interupsi-pks-tak-dihiraukan-puan-diingatkan-untuk-hargai-hak-anggota-dpr?page=allLain-lain 
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/08/15260361/interupsi-pks-tak-dihiraukan-puan-diingatkan-untuk-hargai-hak-anggota-dpr?page=allE-Paper Perpustakaan 
https://epaper.dpr.go.id/index/detail/id/13707 Dokumen tersedia di PerpustakaanLain-lain 
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/42281?articlesBySameAuthorPage=2Hak Cipta ©
Bidang Sistem Informasi dan Infrastruktur Teknologi Informasi - Pusat Teknologi Informasi - Sekretariat Jenderal DPR RI | Design by W3layouts